Sang Pelayan yang Kontroversial

Minggu, 20 April 2008 0 komentar

Emha Ainun Nadjib. Pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953, ini mengaku seorang pelayan. Suami Novia Kolopaking dan pimpinan Grup Musik Kyai Kanjeng, yang dipanggil akrab Cak Nun, itu memang dalam berbagai kegiatannya, lebih bersifat melayani yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik dan sinergi ekonomi. Semua kegiatan pelayannya ingin menumbuhkan potensialitas rakyat.

Bersama Grup Musik Kiai Kanjeng, Cak Nun rata-rata 10-15 kali per bulan berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, dengan acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Di samping itu, secara rutin (bulanan) bersama komunitas Masyarakat Padang Bulan, aktif mengadakan pertemuan sosial melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.

Dalam berbagai forum komunitas Masyarakat Padang Bulan itu, pembicaraan mengenai pluralisme sering muncul. Berkali-kali Cak Nun yang menolak dipanggil kiai itu meluruskan pemahaman mengenai konsep yang ia sebut sebagai manajemen keberagaman itu.

Dia selalu berusaha meluruskan berbagai salah paham mengenai suatu hal, baik kesalahan makna etimologi maupun makna kontekstual. Salah satunya mengenai dakwah, dunia yang ia anggap sudah terpolusi. Menurutnya, sudah tidak ada parameter siapa yang pantas dan tidak untuk berdakwah.

"Dakwah yang utama bukan dengan kata-kata, melainkan dengan perilaku. Orang yang berbuat baik sudah berdakwah," katanya.

Karena itulah ia lebih senang bila kehadirannya bersama istri dan kelompok musik Kiai Kanjeng di taman budaya, masjid, dan berbagai komunitas warga tak disebut sebagai kegiatan dakwah. "Itu hanya bentuk pelayanan. Pelayanan adalah ibadah dan harus dilakukan bukan hanya secara vertikal, tapi horizontal," ujarnya.

Emha merintis bentuk keseniannya itu sejak akhir 1970-an, bekerja sama dengan Teater Dinasti -- yang berpangkalan di rumah kontrakannya, di Bugisan, Yogyakarta. Beberapa kota di Jawa pernah mereka datangi, untuk satu dua kali pertunjukan.

Selain manggung, ia juga menjadi kolumnis. Emha anak keempat dari 15 bersaudara. Ayahnya, Almarhum MA Lathif, adalah seorang petani. Dia mengenyam pendidikan SD di Jombang (1965) dan SMP Muhammadiyah di Yogyakarta (1968). Sempat masuk Pondok Modern Gontor Ponorogo tapi kemudian dikeluarkan karena melakukan demo melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya.

Kemudian pindah ke SMA Muhammadiyah I, Yogyakarta sampai tamat. Lalu sempat melanjut ke Fakultas Ekonomi UGM, tapi tidak tamat. Lima tahun (1970-1975) hidup menggelandang di Malioboro, Yogya, ketika belajar sastra dari guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha berikutnya.

Karirnya diawali sebagai Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970). Karirnya menanjak dan menjadi Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976), sebelum menjadi pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta), dan grup musik Kyai Kanjeng hingga kini.

Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media. Ia juga mengikuti berbagai festival dan lokakarya puisi dan teater. Di antaranya mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).

Karya Seni Teater Cak Nun memacu kehidupan multi-kesenian di Yogya. Bersama Halimd HD, networker kesenian melalui Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti dan mengasilkan beberapa reportoar serta pementasan drama.

Di antaranya: Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan `Raja` Soeharto); Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan); Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern); Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).

Selain itu, bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun). Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar); dan Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993). Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, Duta Dari Masa Depan.

Dia juga termasuk kreatif dalam menulis puisi. Terbukti, dia telah menerbitkan 16 buku puisi: "M" Frustasi (1976); Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978); Sajak-Sajak Cinta (1978); Nyanyian Gelandangan (1982); 99 Untuk Tuhanku (1983); Suluk Pesisiran (1989); Lautan Jilbab (1989); Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990); Cahaya Maha Cahaya (1991); Sesobek Buku Harian Indonesia (1993); Abacadabra (1994); dan Syair Amaul Husna (1994) Selain itu, juga telah menerbitkan 30-an buku esai, di antaranya: Dari Pojok Sejarah (1985); Sastra Yang Membebaskan (1985); Secangkir Kopi Jon Pakir (1990); Markesot Bertutur (1993); Markesot Bertutur Lagi (1994); Opini Plesetan (1996); Gerakan Punakawan (1994); Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996); Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994); Slilit Sang Kiai (1991); Sudrun Gugat (1994); Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995); Bola- Bola Kultural (1996); Budaya Tanding (1995); Titik Nadir Demokrasi (1995); Tuhanpun Berpuasa (1996); Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997); Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997); Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997); 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998); Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998); Kiai Kocar Kacir (1998); Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1998); Keranjang Sampah (1998); Ikrar Husnul Khatimah (1999); Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000); Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000); Menelusuri Titik Keimanan (2001); Hikmah Puasa 1 & 2 (2001); Segitiga Cinta (2001); "Kitab Ketentraman" (2001); "Trilogi Kumpulan Puisi" (2001); "Tahajjud Cinta" (2003); "Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun" (2003); Folklore Madura (2005); Puasa ya Puasa (2005); Kerajaan Indonesia (2006, kumpulan wawancara); Kafir Liberal (2006); dan, Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006).

Pluralisme Cak Nun bersama Grup Musik Kiai Kanjeng dengan balutan busana serba putih, ber-shalawat (bernyanyi) dengan gaya gospel yang kuat dengan iringan musik gamelan kontemporer di hadapan jemaah yang berkumpul di sekitar panggung Masjid Cut Meutia.

Setelah salat tarawih terdiam, lalu sayup-sayup terdengar intro lagu Malam Kudus. Kemudian terdengar syair, "Sholatullah salamullah/ 'Ala thoha Rasulillah/ Sholatullah salamullah/ Sholatullah salamullah/ 'Ala yaasin Habibillah/ 'Ala yaasin Habibillah..." Tepuk tangan dan teriakan penonton pun membahana setelah shalawat itu selesai dilantunkan.

"Tidak ada lagu Kristen, tidak ada lagu Islam. Saya bukan bernyanyi, saya ber-shalawat," ujarnya menjawab pertanyaan yang ada di benak jemaah masjid.

Tampaknya Cak Nun berupaya merombak cara pikir masyarakat mengenai pemahaman agama. Bukan hanya pada Pagelaran Al Quran dan Merah Putih Cinta Negeriku di Masjid Cut Meutia, Jakarta saat itu, ia juga melakukan hal-hal yang kontroversial.

Dalam berbagai komunitas yang dibentuknya, oase pemikiran muncul, menyegarkan hati dan pikiran. Perihal pluralisme, sering muncul dalam diskusi Cak Nun bersama komunitasnya. "Ada apa dengan pluralisme?" katanya.

Menurut dia, sejak zaman kerajaan Majapahit tidak pernah ada masalah dengan pluralisme. "Sejak zaman nenek moyang, bangsa ini sudah plural dan bisa hidup rukun. Mungkin sekarang ada intervensi dari negara luar," ujar Emha.

Dia dengan tegas menyatakan mendukung pluralisme. Menurutnya, pluralisme bukan menganggap semua agama itu sama. Islam beda dengan Kristen, dengan Buddha, dengan Katolik, dengan Hindu.

"Tidak bisa disamakan, yang beda biar berbeda. Kita harus menghargai itu semua," tutur budayawan intelektual itu.

Read full post >>

Refleshing, Ha Ha Ha

0 komentar

Cowok : Akhirnya aku sudah menunggu saat ini tiba sejak lama
Cewek : Apakah kau rela kalau aku pergi?
Cowok : Tentu Tidak!!Jangan pernah kau berpikiran seperti itu
Cewek : Apakah Kau mencintaiku??
Cowok : Tentu !! Selamanya akan tetap begitu
Cewek : Apakah kau pernah selingkuh??
Cowok : Tidak !! Aku tak akan pernah melakukan hal buruk itu
Cewek : Maukah kau menciumku??
Cowok : Ya
Cewek : Sayangku.... ...

Sesudah 5 tahun nikah....tinggal baca dari bawah ke atas :D hehehee...

Read full post >>

Film Kun Fa Yakuun "Diserbu" Menteri

0 komentar

Setelah Ayat - Ayat Cinta, maka kini giliran film Kun Fa Yakuun yang "diserbu" sejumlah menteri. Paling tidak, tiga menteri Kabinet Indonesia Bersatu, yakni Menpora Adhyaksa Dault, Menkominfo Muhammad Nuh dan Menhut MS Kaban, masing-masing bersama jajaran pejabat dan pegawai departemennya datang menonton pemutaran perdana film garapan sutradarai H. Guntur Novaris itu di bioskop 21 Plaza Senayan, Jakarta, Jumat lalu. Ketiga menteri menonton Kun Fa Yakuun pada jam tayang berbeda.

Menpora Adhyaksa Dault mengatakan, kehadirannya dalam pemutaran film itu sebagai bentuk dukungan terhadap kehadiran film-film yang memberikan pencerahan. "Di tengah kondisi seperti ini, masyarakat harus disuguhi film-film semacam ini, yang bisa mencerahkan.Ceritanya sederhana dan pesannya sampai. Film ini mengasah kepekaan kita dan membangun rasa kepedulian terhadap mereka yang duafa," ujarnya.

Usai menonton Adhyaksa mengaku terharu dengan jalan cerita yang idenya muncul dari Ust. Yusuf Mansyur itu. Sebagai manusia biasa, katanya, jelas dia terharu, apalagi ketika tokoh yang diperankan Desy Ratnasari memunguti sisa-sisa nasi karena sudah tidak ada yang bisa dimakan, tambahnya.

Peluncuran film Kun Fa Yakuun merupakan proyek pamungkas dari kegiatan ceramah keliling yang dilakukan Ust. Yusuf Mansyur dengan judul sama sejak Januari lalu. Sebagai produser, Yusuf Mansyur mengatakan film ini bisa mengikuti jejak film-film yang laris di pasaran. "Kita sih berharap bisa memecahkan rekor `Kuntilanak` yang bisa meraih 1,2 juta penonton.

Mereka yang enggak pakai Tuhan aja laris, apalagi film ini," katanya berseloroh. Selain Dessy Ratnasari, Kun Fa Yakuun dibintangi oleh Agus Kuncoro, yang mengakui isterinya akhirnya hamil lantaran ia merelakan 50 persen honornya dari film itu untuk kaum dhuafa, dan Zaskia A. Mecca. (wan)

Read full post >>

Mr P Bengkok, Normalkah?

0 komentar

SAAT ereksi, ternyata Mr P bisa bengkok ke berbagai penjuru. Pembengkokan ini ada yang normal, ada juga yang disebabkan penyakit. Lantas, bagaimana cara membedakannya?

Seperti dilansir dari buku "Seks, Fakta dan Mitos" yang ditulis oleh Ahmad Fauzi Suryasoemirat, saat ereksi, bentuk Mr P dapat tidak lurus. Ada yang bengkok ke atas (ke arah perut), bengkok ke bawah, atau malah bengkok ke kiri dan kanan. Ini jelas bikin cemas.

Sebenarnya bentuk Mr P itu memang tidak lurus benar. Pada saat berereksi, sebagian besar Mr P seseorang bengkok. Tapi semua itu normal-normal saja, selama tidak ada keluhan sakit dan fungsinya tetap normal.

Tapi kalau derajat bengkoknya sudah kelewatan dan disertai rasa sakit (nyeri) yang berlebihan, hal ini patut dicurigai. Apalagi kalau di Mr P juga ditemukan gumpalan atau benjolan bengkok yang memerah. Bisa jadi, memang ada masalah dengan bengkoknya Mr P.

Dalam buku ini disebutkan, bengkoknya Mr P bisa disebabkan oleh penyakit bernama peyronies disease. Yaitu penyakit yang menyerang dan merusak otot di batang Mr P. Penyakit ini biasanya disebabkan karena ada infeksi atau karena adanya trauma di Mr P. Misalnya Mr P kemasukan bakteri, kuman, atau virus. Atau bisa juga karena Mr P terbentur benda keras sampai terjadi perdarahan dalam di sekitar otot yang terbentur itu.

Otot batang Mr P yang rusak, permukaan kulitnya akan berubah menjadi jaringan ikat (kulit menebal seperti bekas luka). Dan permukaan kulit otot yang jadi jaringan ikat itu akan menarik kulit-kulit di permukaan yang lain sehingga mengumpul di satu titik. Berhubung ketarik ke satu titik, jelas saja pada saat ereksi Mr P tidak bisa berkembang maksimal, makanya bentuk Mr P menjadi bengkok.

Peyronies disease ini rasa sakitnya membuat badan panas dingin, belum lagi efek dari infeksi atau traumanya, bisa menyebabkan tingkat kesuburan penderitanya terganggu. Bahkan akibat bengkok berlebihan, jalan keluar sperma jadi tidak mulus. Ejakulasi atau semprotan sperma pun jadi terhambat karena semen susah keluar.

Efek lainnya menyangkut urusan psikologis penderitanya. Pasalnya penyakit ini bisa membuat penderitanya impoten. Rasa sakit menyebabkan yang bersangkutan tidak bisa mencapai ereksi optimal, yang berakibat turunnya rasa percaya diri karena merasa dirinya "tidak mampu".

Peyronies disease ini bisa sembuh sendiri tanpa diobati dalam waktu 6-12 bulan, tergantung kondisi tubuh masing-masing. Sebab, jaringan dalam tubuh kita tidak pernah berhenti bergenerasi. Tubuh secara otomatis akan mengganti jaringan-jaringan yang rusak dengan jaringan yang baru. Hanya saja penantian selama 6-12 bulan itu membuat orang tidak sabar menunggu.

Adapun tahap-tahapan yang dapat dilakukan pada langkah pertama ialah dokter akan menelusuri penyebabnya terlebih dahulu. Apakah karena infeksi atau karena benturan. Setelah diketahui penyebabnya, baru bisa diberikan obatnya.

Biasanya obat-obatan medis yang diberikan untuk menyembuhkan penyakit ini adalah obat-obatan hormonal dan vitamin. Pemberiannya dilakukan bersamaan. Jadi ada obat-obatan yang diminum, ada juga obat-obatan yang disuntikkan.

Untuk kasus yang parah, tindakan pembedahan bisa juga dilakukan untuk mengangkat jaringan ikat tersebut, atau hanya meluruskan jaringan-jaringan lain yang kebetulan tertarik oleh jaringan ikat tersebut.

Jadi, kalau Mr P bengkok, jangan terburu-buru takut, asal tidak diiringi dengan rasa sakit dan bengkak. Bahkan, peyronies disease pun bisa disembuhkan. So, don't worried! (wan)

Read full post >>

Carissa Putri, Jomblo

0 komentar

Meski sukses memerankan Maria dalam film Ayat-Ayat Cinta (AAC), arahan sutradara Hanung Bramantyo, ternyata tidak menjadikan Carissa Putri sukses dalam memilih pendamping.

"Aku masih jomblo, belum ada pacar. Jadwal kegiatanku kan padat. Kasihan kalau punya pacar, nanti waktu untuk ketemu sedikit," katanya saat ditemui di preview film The Tarix Jabrix di Planet Hollywood, Rabu, 16/4-2008.

Yah, memang dalam kehidupan nyata, dara cantik kelahiran Frankfurt, Jerman, 12 September 1984, ini belum mau memilih pria mana pun untuk dijadikan pacarnya.

Lalu, jika punya pacar, mana yang akan menjadi pilihan Carissa ? Seperti sosok Valdin dalam film The Tarix Jabrix, cowok ganteng tapi sombong atau Cacing yang culun namun baik hati ?.

"Saya tidak pernah menentukan kriteria apa pun soal cowok. Jodoh biar Tuhan yang menentukan," katanya.

Walau telah menjadi terkenal dan sukses, ternyata tidak menjadikan Carissa berubah sikap. Carissa tetap melakukan melakukan aktifitas hang out bersama teman-temannya.

”Bedanya, wajah saya jadi lebih dikenal. Jika ke mal selalu ada yang manggil-manggil. Malah, ada yang tahu nomor telepon pribadi saya. Tapi sejauh ini belum ada yang mengganggu,” ujar aktris yang menjadi model videoklip Ahmad Dhani. (wan)

Read full post >>

Bukan Lagi Cari Keringat

0 komentar

OLAHRAGA bukan hanya milik kawula muda. Olahraga justru penting buat orang tua guna menjaga kesehatan tubuh maupun stamina sehari-hari.

Bagi orang tua, berolahraga harus benar-benar diperhatikan dengan serius. Sebab, bagi mereka, baik atau buruknya berolahraga tergantung pada tujuan. Misalnya, guna meregangkan sendi-sendi, menjaga kelenturan dan kekuatan otot, mereka lebih baik disarankan melakukan yoga, meditasi, taichi atau olahraga yang melatih otot jantung dan paru.

Jenis peregangan tersebut akan berpengaruh terhadap pernapasan seseorang. Jika masih mampu, manula bisa jalan kaki di sekitar rumah atau jalan lapang. Adapun pada kelenturan dan kekuatan otot, sesekali bisa mencoba mengangkat barbel semampunya atau hanya menggunakan botol air mineral seberat 1,5 liter. Jenis latihan seperti ini sangat membantu kelenturan otot dan kekuatan tulang.

Dalam melakukan olahraga, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni intensitas, durasi, dan frekuensi. Intensitas adalah keras atau ringannya sebuah latihan. Durasi yaitu lama latihan selama sehari, sedangkan frekuensi adalah waktu dalam seminggu melakukan olahraga.

Menurut Direktur Slim and Health Sports Therapy dr Michael Triangto SpKO, intensitas latihan bisa dihitung dari denyut jantung normal yang dapat dirasakan dari denyut nadi. Pada manula, intensitasnya adalah 50-80 persen dari denyut normal. Jika kurang atau melebihi angka tersebut, berarti intensitasnya tidak tepat. Durasi dalam melakukan olahraga bisa dilakukan selama 20 menit hingga satu jam dan frekuensinya tiga kali hingga lima kali seminggu.

"Prinsipnya, olahraga bagi manula bukan mencari keringat atau sampai terasa pegal, tapi lebih kepada tujuan yang ingin dicapai. Kalau dipaksakan, manula bisa cedera," sebut dr Michael. Dokter yang sehari-hari praktik di RS Mitra Kemayoran dan Mal Taman Anggrek ini mengatakan, denyut nadi normal seseorang adalah 60 hingga 90 kali per menit. Denyut ini dihitung pada saat istirahat selepas berolahraga dan sangat tergantung usia seseorang.

Adapun dr Suharto SpKO DPH dari klinik Magnolia memberikan perhatian khusus kepada manula dalam berolahraga. Dia menyebutkan, ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan untuk mendesain latihan bagi manula, yakni olahraga untuk meningkatkan stamina, melatih fleksibilitas, dan membangun kekuatan. Olahraga untuk meningkatkan stamina adalah olahraga untuk mengaktifkan otot sebanyak mungkin. Misalnya aerobik seperti jalan kaki, renang, lari kecil, naik sepeda.

Denyut jantung setelah melakukan latihan ini hendaknya dipacu hingga 120 kali per menit. Karena rata-rata target denyut nadi orang sehat (fit) adalah 170 kali. Latihan fleksibilitas bagi manula adalah latihan pemanasan (stretching) yang berprinsip pada menarik sendi-sendi. Jenis latihan seperti ini harus dilakukan dengan perlahan-lahan secara tarik dan lepas (pain and over).

Peregangan ini bisa dilakukan sendiri dengan melakukan pemanasan pada bagian tubuh seperti tangan, kaki, pinggang, dan punggung. Caranya dengan menahan selama delapan detik pada jenis-jenis latihan pemanasan. Kekuatan otot manula secara otomatis menjadi efek bagi latihan fleksibilitas dan latihan stamina.

"Manula yang sudah aktif sejak masa mudanya akan terasa mudah saat melakukan jenis latihan apa pun. Namun, pada manula yang mengalami obesitas (kegemukan) harus melakukan secara pelan agar tidak cedera," kata dr Suharto SpKO DPH. Ketua Kolegium Ilmu Kedokteran Olahraga ini juga menyarankan pada manula yang tidak dapat melakukan latihan tersebut secara mandiri di rumah, dapat meminta bantuan pelatih pribadi (personal trainer) di pusat kebugaran.

Hal itu dimaksudkan untuk mencapai target latihan yang maksimal. "Olahraga sangat bermanfaat bagi manula, terutama untuk antipenuaan (antiaging)," sebut dr Suharto. Dia menyarankan manula untuk tetap memerhatikan riwayat penyakit sebelum berolahraga seperti sendi kaku, berat badan, tekanan darah, dan diabetes.

Read full post >>